Mutya Hanifah - Okezone
JIKA berkesempatan mengunjungi Pulau Sumba, di Provinsi Nusa Tenggara Timur, jangan lewatkan untuk menonton tradisi khas pulau ini, yaitu Pasola.
Pasola adalah permainan perang-perangan antara dua kelompok yang menaiki kuda dan saling melempar lembing di sebuah padang rumput. Pasola berasal dari kata "sola" yang berarti tombak kayu, dan kemudian mendapat imbuhan "pa", sehingga artinya secara harafiah menjadi permainan ketangkasan menggunakan lembing.
Tradisi Pasola ini bermula dari legenda yang berkembang di Pulau Sumba. Menurut cerita, jaman dahulu di pulau ini ada seorang janda cantik yang bernama Rabu Kaba.
Wanita cantik ini sebelumnya adalah istri dari Umbu Dula, salah satu pemimpin warga Waiwuang, salah satu desa di Pulau Sumba. Suatu hari Umbu Dula pergi bersama saudara-saudaranya ke laut, namun mereka tak kunjung pulang. Setelah dicari dan tidak ditemukan, warga sepakat menganggap mereka telah tiada.
Setelah itu, Rabu Kaba yang telah menjadi janda kemudian menjalin kasih dengan Teda Gaiparona, pemuda dari Kampung Kodi. Namun hubungan mereka tidak disetujui oleh Desa Waiwuang. Mereka pun kawin lari ke Kampung Kodi.
Tak lama setelah Rabu Kaba pindah ke Kampung Kodi, Suami pertamanya yang dikira telah meninggal, Umbu Dula, ternyata masih hidup dan telah kembali ke Desa dan mendapati istrinya telah menikah lagi.
Umbu Dula kemudian mendatangi Teda Gaiparona bersama seluruh warga Waiwuang untuk meminta pertanggung jawabannya karena telah membawa lari istrinya.
Setelah berdebat, akhirnya disepakati bahwa Teda Gaiparona harus mengganti mas kawin yang telah diterima Rabu Kaba dari Umbu Dula. Setelah mas kawin dibayar, Teda Gaiparona berpesan kepada warga kedua kampung agar melaksanakan Pasola, tujuannya supaya tidak ada lagi dendam diantara kedua kampung tersebut.
Selain berdasar dari legenda rakyat tersebut, Pasola juga sebenarnya bagian dari ritual kepercayaan agama lokal masyarakat Sumba, Marapu. Ritual Pasola ini menurut kepercayaan Marapu dilakukan setelah pesta adat bau nyale, untuk memohon restu para dewa agar panen tahun tersebut berhasil dengan baik.
Dalam permainan perang-perangan ini, tak jarang ada yang terluka akibat terkena tombak sepanjang 1,5 meter. Namun, darah yang mengucur akibat bermain Pasola justru dianggap bermanfaat bagi kesuburan tanah dan kesuksesan panen. Selain nilai sakral dan tradisional, permainan adat Pasola ini juga merupakan elemen penyatu masyarakat Sumba.
Pasola diadakan di empat kampung di Kabupaten Sumba Barat, yaitu Kampung Kodi, Kampung Lamboya, Kampung Wanokaka, dan Kampung Gaura. Biasanya adat ini dilaksanakan setiap tahun antara bulan februari dan maret, bertepatan dengan upacara adat Nyale. (dikutip dari berbagai sumber)
(rhs)
Pasola adalah permainan perang-perangan antara dua kelompok yang menaiki kuda dan saling melempar lembing di sebuah padang rumput. Pasola berasal dari kata "sola" yang berarti tombak kayu, dan kemudian mendapat imbuhan "pa", sehingga artinya secara harafiah menjadi permainan ketangkasan menggunakan lembing.
Tradisi Pasola ini bermula dari legenda yang berkembang di Pulau Sumba. Menurut cerita, jaman dahulu di pulau ini ada seorang janda cantik yang bernama Rabu Kaba.
Wanita cantik ini sebelumnya adalah istri dari Umbu Dula, salah satu pemimpin warga Waiwuang, salah satu desa di Pulau Sumba. Suatu hari Umbu Dula pergi bersama saudara-saudaranya ke laut, namun mereka tak kunjung pulang. Setelah dicari dan tidak ditemukan, warga sepakat menganggap mereka telah tiada.
Setelah itu, Rabu Kaba yang telah menjadi janda kemudian menjalin kasih dengan Teda Gaiparona, pemuda dari Kampung Kodi. Namun hubungan mereka tidak disetujui oleh Desa Waiwuang. Mereka pun kawin lari ke Kampung Kodi.
Tak lama setelah Rabu Kaba pindah ke Kampung Kodi, Suami pertamanya yang dikira telah meninggal, Umbu Dula, ternyata masih hidup dan telah kembali ke Desa dan mendapati istrinya telah menikah lagi.
Umbu Dula kemudian mendatangi Teda Gaiparona bersama seluruh warga Waiwuang untuk meminta pertanggung jawabannya karena telah membawa lari istrinya.
Setelah berdebat, akhirnya disepakati bahwa Teda Gaiparona harus mengganti mas kawin yang telah diterima Rabu Kaba dari Umbu Dula. Setelah mas kawin dibayar, Teda Gaiparona berpesan kepada warga kedua kampung agar melaksanakan Pasola, tujuannya supaya tidak ada lagi dendam diantara kedua kampung tersebut.
Selain berdasar dari legenda rakyat tersebut, Pasola juga sebenarnya bagian dari ritual kepercayaan agama lokal masyarakat Sumba, Marapu. Ritual Pasola ini menurut kepercayaan Marapu dilakukan setelah pesta adat bau nyale, untuk memohon restu para dewa agar panen tahun tersebut berhasil dengan baik.
Dalam permainan perang-perangan ini, tak jarang ada yang terluka akibat terkena tombak sepanjang 1,5 meter. Namun, darah yang mengucur akibat bermain Pasola justru dianggap bermanfaat bagi kesuburan tanah dan kesuksesan panen. Selain nilai sakral dan tradisional, permainan adat Pasola ini juga merupakan elemen penyatu masyarakat Sumba.
Pasola diadakan di empat kampung di Kabupaten Sumba Barat, yaitu Kampung Kodi, Kampung Lamboya, Kampung Wanokaka, dan Kampung Gaura. Biasanya adat ini dilaksanakan setiap tahun antara bulan februari dan maret, bertepatan dengan upacara adat Nyale. (dikutip dari berbagai sumber)
(rhs)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar