Kalau pemerintah mengambil kebijakan untuk melakukan moratorium hingga 2013 (mudah-mudahan saya benar), pikir saya adalah sebuah sikap bijaksana. Kebijakan ini tentu tidak usah kita pandang sebagai sebuah sikap “menutup jalan hidup” generasi yang sedang tepat harus menggunakan waktu-waktu ini untuk mencari peluang kerja sebagai PNS. Memang tentu dapat diakui bahwa kebijakan ini tidak harus tepat bagi daerah-daerah yang sangat membutuhkan tenaga baru dalam status PNS.
Sebagai anggota masyarakat di sebuah kabupaten terpencil “Sumba Timur”, ketika mendengar pemberlakuan moratorium, saya spontan mengatakan, “Ini Kebijakan Bagus”. Apa pasalnya?
- Hampir setiap hari PNS di wilayah Sumba Timur (Kota Kabupatennya) cuma wira-wiri di jalanan.
- Kalau kita berurusan dengan para pegawai di kantor-kantor, nyaris sulit kita dapati kantor dihuni oleh pegawai yang sedang sibuk bekerja, bahkan tidak jarang dijumpai para pegawai yang ada, asik bermain game. Urusan dengan masyarakat yang membutuhkan pelayanan terulur-ulur.
- Kebanyakan pegawai di kantor-kantor susah masuk kantor tepat waktu tapi pulang ke rumah lebih awal.
- Gaya kerja kebanyakan pegawai dalam berurusan dengan instansi di bawahnya, adalah gaya feodal.
- Tingkat loyalitas terhadap pimpinan rendah. Semua bergaya “sok bisa”
- Jika saja ada pegawai yang rajin bekerja, lebih banyak dianggap sebagi “penjilat”
Ide ini jelas akan diserbu habis-habisan. Tapi jika dengan jujur kita membuat refleksi, kenyataan ini akan mengundang kita (walau secara diam-diam) untuk manggut-manggut. Memang moratorium itu adalah dilema, sebab berkibat tidak sedikit terhadap angkatan kerja yang sedang mencari peluang. Inilah kenyataan ketika sebuah angkatan terdahulu menutup kesempatan bagi yang lain dengan etos kerja yang kurang menguntungkan.
Pertanyaannya, apakah lucu jika dalam perjalanan kerjanya seorang pegawai negeri sipil yang nyata-nyata tidak menunjukkan prestasi kerja ditinjau ulang kepegawaiannya? Harus ada shock therapy untuk menegakkan displin dan produktivitas kerja. Mungkin sudah mendesak bahwa seluruh perkantoran diperlengkapi dengan CCTV sehingga dengan mudah pimpinan memonitor gerak kerja di setiap ruang kantor.
Pak Bupati Sumba Timur, kalau sempat baca tulisan ini, “jangan marah ya”. Pak Bupati, yakinlah ketika pak Bupati melakukan kunjungan ke luar baik ke wilayah-wilayah kecamatan bahkan desa ataupun ke luar daerah, di belakang pak Bupati, banyak orang bergembira. Para pegawai kan sudah punya informasi tentang jadual tugas luar pak Bupati. Diam-diam para pegawai sudah turut merencanakan untuk masuk-keluar kantor sesuai kebutuhan masing-masing. Hahahaiiiya, kasihan dana negara yang digunakan untuk membayar para penganggur.
sumber: http://politik.kompasiana.com/2011/12/30/moratorium-untuk-sumba-timur-perlu-diperpanjang/
0 komentar:
Posting Komentar